Sawahlunto – Setelah 14 tahun mengabdi sebagai tenaga honorer dengan harapan yang tak kunjung tiba, Rinaldi Sikumbang, warga Desa Kumbayau, Kecamatan Barangin, Sawahlunto, memilih jalan lain: beternak ayam buras jenis Lohman. Keputusan ini, diakuinya, telah mengubah hidupnya secara signifikan.
Rinaldi, yang kini berusia 45 tahun, mengungkapkan bahwa prinsip “hidup adalah pilihan” menjadi landasan keputusannya. Ia menceritakan, sejak 2008 hingga 2022, dirinya bekerja di Kantor Camat Barangin. Namun, beban hidup yang semakin meningkat mendorongnya untuk mencari alternatif penghasilan.
Dengan modal awal Rp75 juta, Rinaldi membangun kandang dan membeli 1.500 ekor ayam. “Awalnya memang berat, terutama saat menunggu ayam-ayam ini mulai bertelur,” ujarnya, Senin (25/8). Namun, kesabaran dan ketekunannya membuahkan hasil.
Saat ini, Rinaldi mampu meraup pendapatan bersih antara Rp6 juta hingga Rp8 juta per bulan dari penjualan telur. Jumlah ini jauh melebihi penghasilannya saat menjadi tenaga honorer. Bahkan, ia kini mempekerjakan satu orang karyawan untuk membantu operasional peternakannya. Selain itu, penjualan pupuk kandang memberikan tambahan penghasilan sekitar Rp2,5 juta per bulan.
Meskipun demikian, Rinaldi mengakui bahwa usahanya tidak lepas dari tantangan. Salah satu kendala utama adalah pasokan air, yang mengharuskannya membeli air tangki bersama peternak lain. Ia juga berharap adanya dukungan pemerintah, terutama dalam hal pemasaran, agar peternak tidak dirugikan oleh tengkulak. Masalah lain yang dihadapi adalah sulitnya mendapatkan pakan ternak, terutama jagung, karena kondisi geografis Kumbayau yang berbukit pasir dan tandus saat musim kemarau.
Desa Kumbayau sendiri memiliki sejarah panjang dalam dunia peternakan. Pada tahun 1995, desa ini pernah menjadi sentra peternakan ayam buras yang diundang ke Istana Negara oleh Presiden Soeharto.
“Ternak ayam buras di Kumbayau sudah ada sejak lama, jadi tidak sulit bagi warga untuk menekuni usaha ini,” pungkasnya.