Payakumbuh – STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh menjadi tuan rumah bagi seminar nasional yang menyoroti peran signifikan perempuan dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia. Acara yang diselenggarakan pada 29 Oktober 2025 ini, merupakan kolaborasi antara Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP, Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban Badan Riset dan Inovasi Nasional (PR KPP BRIN), dan Perkumpulan Program Studi Sejarah se-Indonesia (PPSI).
Seminar hybrid ini, yang bertepatan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97, mengumpulkan 220 peserta secara luring dan daring. Fokus utama seminar adalah menggali kontribusi perempuan dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa.
Kepala PR KPP BRIN, Wuri Handoko, menekankan pentingnya seminar ini dalam memberikan pemahaman kepada generasi muda. “Dualitas peran perempuan dan laki-laki dalam pergerakan kebangsaan tidak bisa dipisahkan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa banyak pahlawan perempuan yang memainkan peran penting sejak masa perjuangan, dan peran mereka dalam pembangunan juga sangat signifikan.
Mutiah Amini dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sebagai Keynote Speaker, membahas “Membaca Ulang Historiografi Perempuan Indonesia.” Selain itu, enam narasumber lainnya turut menyajikan makalah dengan berbagai topik, termasuk kontribusi perempuan bagi pendidikan toleransi, karakter kebangsaan pemuda, dan pergerakan perempuan Minangkabau.
Fikrul Hanif Sufyan, Ketua Pelaksana Seminar, menjelaskan bahwa seminar ini bertujuan untuk membuka sejarah perempuan sebagai bagian penting dari kesejarahan di Sumatra Barat. “Seminar ini diadakan untuk membuka sejarah perempuan sebagai bagian penting dari kesejarahan di Sumatra Barat,” katanya. Ia menambahkan bahwa hal ini juga merupakan upaya untuk mengulang kembali memori kolektif tentang peran perempuan Minang di masa lalu.
Zusneli Zubir dari PR KKP OR ARBASTRA BRIN menyoroti bahwa pergerakan perempuan di Minangkabau mencapai puncaknya dengan partisipasi mereka dalam organisasi kepemudaan dan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Destel Meri dari STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh menambahkan bahwa perempuan Minang tidak hanya dikenal sebagai “limpapeh rumah nan gadang”, tetapi juga berperan aktif dalam pendidikan dan organisasi pergerakan.
Mutiah Amini juga menyoroti pentingnya menghadirkan perempuan dalam narasi sejarah untuk membongkar ketimpangan narasi masa lalu. “Dalam catatan yang kami temukan, terdapat tujuh pers yang digerakkan oleh perempuan di Sumatra Barat,” ungkapnya.






