Pekanbaru – Pernyataan Menteri Kebudayaan RI terkait tragedi Mei 1998 menuai reaksi keras dari Forum Tionghoa Bersatu Riau. Organisasi tersebut secara terbuka menyampaikan pernyataan sikapnya di Pekanbaru, Selasa (8/7/2025), menanggapi pernyataan yang dinilai meremehkan peristiwa kelam tersebut.
Dalam konferensi pers yang diadakan di sebuah kafe di pusat kota, Hartono Sudi, tokoh Tionghoa Riau, mengungkapkan bahwa pernyataan tersebut dianggap tidak sensitif dan berpotensi membangkitkan trauma bagi para korban dan keluarga mereka. “Kami sangat tersinggung. Kalau tragedi kelam seperti itu dianggap sepele atau dilupakan, maka bukan tidak mungkin sejarah kelam itu bisa terulang kembali,” ujarnya.
Hartono menambahkan bahwa masyarakat Tionghoa secara umum adalah kelompok yang cinta damai, menjunjung tinggi toleransi, dan menghindari konflik. Namun, pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap penderitaan korban dan sejarah bangsa. “Kami hanya ingin kejelasan, pengakuan, dan penghormatan terhadap korban. Mudah-mudahan masalah ini bisa diselesaikan secara beradab dan bermartabat,” imbuhnya.
Senada dengan Hartono, Kong On, tokoh Tionghoa lainnya, menegaskan bahwa tragedi Mei 1998 adalah luka sejarah yang tidak boleh disangkal, dimanipulasi, atau dihapus dari memori kolektif bangsa. “Peristiwa itu nyata. Kami ingin hidup damai, harmonis, dan dihargai sebagai bagian dari bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sudirman, tokoh senior Tionghoa Riau, membacakan Pernyataan Sikap Resmi Forum Tionghoa Bersatu Riau yang berisi enam poin utama. Pernyataan tersebut menolak segala bentuk penghilangan fakta atas terjadinya pemerkosaan massal pada tragedi Mei 1998, serta menegaskan bahwa Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk Presiden ke-3 BJ Habibie pada 15 Juli 1998 telah menyatakan secara resmi bahwa kekerasan seksual memang terjadi.
Pernyataan sikap tersebut juga menyoroti pengakuan dan pengutukan Presiden BJ Habibie terhadap tindakan kekerasan seksual tersebut, yang sebagian besar korbannya berasal dari etnis Tionghoa. Forum Tionghoa Bersatu Riau menilai pernyataan tersebut sebagai tidak berbudaya, menyakitkan hati korban, dan mencederai rasa keadilan rakyat. Forum meminta yang bersangkutan segera menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat Indonesia, khususnya para korban, serta mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk segera mencopot dari jabatan Menteri Kebudayaan RI dan menghentikan segala upaya penulisan sejarah yang tidak sesuai dengan fakta.
“Pernyataan beliau sangat melukai hati para korban. Kami minta Presiden Prabowo bertindak tegas dengan mencopot dan memastikan sejarah bangsa tidak dikaburkan,” tegas Sudirman menutup pernyataannya.