80 Tahun Sumatera Barat: Antara Gemerlap Popularitas dan Temaram Prestasi

oleh -23 Dilihat
80-tahun-sumatera-barat:-antara-gemerlap-popularitas-dan-temaram-prestasi
80 Tahun Sumatera Barat: Antara Gemerlap Popularitas dan Temaram Prestasi

Padang – Sumatera Barat merayakan hari jadinya yang ke-80 pada 1 Oktober 2025, sebuah momen yang seharusnya menjadi refleksi mendalam tentang kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Di tengah perayaan tersebut, muncul pertanyaan krusial: apakah usia yang matang ini sebanding dengan kebahagiaan dan kemajuan yang dirasakan oleh masyarakat Ranah Minang?

Dahulu, Sumatera Barat dikenal sebagai tanah kelahiran para pemikir dan pejuang bangsa. Tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, dan Haji Agus Salim lahir dari rahim Minangkabau, menjadi fondasi moral dan intelektual bagi Republik Indonesia. Nilai-nilai adat Minangkabau, “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK),” menjadi landasan perjuangan mereka, menginspirasi gagasan tentang kemerdekaan, keadilan sosial, dan martabat manusia dari surau-surau kecil di kampung.

Namun, seiring berjalannya waktu, semangat idealisme itu perlahan tergerus oleh kebanggaan semu akan popularitas. Baru-baru ini, masyarakat Sumatera Barat dihebohkan oleh laporan Social Media Analytic 2025 yang menempatkan Wakil Gubernur Sumatera Barat sebagai wakil gubernur terpopuler di Indonesia, dengan skor hampir sempurna, yaitu 95 dari 100.

Euforia pun melanda media sosial, dengan warganet bersorak seolah popularitas adalah ukuran keberhasilan kepemimpinan. Namun, di balik kegembiraan itu, muncul pertanyaan mendasar: “Apakah popularitas cukup untuk membuat Sumatera Barat melangkah maju?”

Ironisnya, di tengah sorotan terhadap tokoh populer tersebut, data dari goodstats.id menunjukkan bahwa Sumatera Barat berada di posisi ke-31 dari 38 provinsi dengan pertumbuhan ekonomi hanya 3,94 persen. Angka ini jauh dari target yang diharapkan, yaitu 6,4 persen, dan menempatkan Sumatera Barat di urutan ke-10 di tingkat Sumatera.

Ketimpangan ini semakin terasa ketika melihat realitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Di beberapa daerah, angka stunting masih tinggi, peredaran narkoba semakin meluas, dan peluang ekonomi berjalan lambat. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa di balik slogan dan kebanggaan sejarah, Sumatera Barat masih berjuang melawan ketimpangan dan stagnasi.

Ulang tahun ke-80 seharusnya menjadi momen untuk bercermin, bukan sekadar perayaan. Sudah saatnya para elite Sumatera Barat bersatu mencari solusi nyata untuk membangkitkan kembali kejayaan daerah ini. Popularitas semata tidak akan membawa perubahan tanpa kerja keras, komitmen, dan visi pembangunan jangka panjang.

Sumatera Barat pernah menjadi rumah bagi pemikir besar dan pejuang tangguh. Kini, ia harus kembali menjadi rumah bagi gagasan-gagasan besar dan langkah nyata untuk kemajuan rakyatnya. Harapan tersemat agar usia panjang ini menjadi tanda kebangkitan baru, dari ranah kebanggaan menuju tanah perubahan.